1. Kondisi Umat Islam Secara Umum [Lanjutan]
Dapat digambarkan, ketika dilakukan proses pembentukan bangsa ini menjadi bangsa yang merdeka dan berdaulat, dalam Badan Penyelidikan Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), elite-elite bangsa –Islam dan nasionalis- memiliki cara pandang yang sangat beragam. Ada yang berkecenderungan kepada bentuk Negara dan system pemerintahan yang mencerminkan basis dasar idiologinya. Soepomo misalnya, mengusulkan bentuk Negara yang bersifat integrasi (integralistik), sementara Moh Yamin memandang bahwa keragaman budaya bangsa atau daerah-daerah yang menyatu dalam Negara harus diakui dan diberi ruang dalam konstitusi. Secara umum, Kaum Nasionalis mengusulkan ideologi atau asas Negara yang bersifat plural dan liberal sebagai bentuk pengakuan atas keragaman budaya bangsa serta keragaman dalam aspek suku, etnik dan agama. Soepomo dalam pidatonya pada sidang BPUPKI menyebut Negara integralistuk. Dalam Pandangan marxis, masyarakat dan negara memiliki posisi sentral, sementara individu diabaikan, sedangkan dalam pandangan liberal, posisi individu jauh lebih menonjol, sehingga Soepomo mengajukan gagasannya tentang paham integralistik. Menurut Soepomo, keberadaan Negara merupakan hasil “kontrak sosial” antara individu dan individu lainnya. Dalam pidatonya tanggal 31 Mei 1945, ia menjelaskan:
Negara ialah satu susunan masyarakat yang integral, segala golongan, segala bagian, segala anggotanya berhubungan erat satu sama lain dan merupakan persatuan masyarakat yang organis, terpenting dalam negara yang berdasar aliran pikiran ini ialah penghidupan bangsa seluruhnya. Negara tidak memihak kepada sesuatau golongan yang paling kuat, atau yang paling besar, tidak menganggap kepentingan seseorang sebagai pusat, akan tetapi negara menjamin keselamatan hidup bangsa seluruhnya sebagai persatuan yang tak dapat dipisah-pisahkan. Sekarang tuan-tuan akan membangun Negara Idonesia atas aliran pikiran mana? (Simanjuntak, 1994:52-53)
Sementara Moh Yamin lebih condong kepada pemahaman yang bersifat desentralistik dengan mempertimbangkan pluralitas masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai suku, etnik, agama, ras, dan adat istiadat. Menurut Moh Yamin, negara Indonesia menolak paham federalisme (persekutuan), feodalisme (susunan lama), monarki (kepala Negara berturunan)), liberalisme, autokrasi dan birokrasi, demokrasi barat. Negara Indonesia menurut Yamin adalah Negara persatuan yang tidak terpecah-pecah, dibentuk diatas dan didalam badan bangsa Indonesia yang tidak terbagi-bagi…negara kesatuan…..negara yang mempunyai kedaulatan yang dijunjung oleh kepala Negara, dan oleh daerah dan rakyat Indonesia. Dalam pandangan Yamin bahwa negeri, desa dan segala persekutuan hukum adat yang diperbarui dengan jalan rasionalisme dan pembaruan zaman. Yamin menganggap daerah-daerah mempunyai hak-hak otonom, daerah-daerah yang tersebar di seluruh Indonesia menurut Yamin telah eksis jauh sebelum Indonesia berdiri, karena itu keberadaannya harus dihargai, dan keragaman kultur budaya dan adat istiadat harus diakomodasi dalam konstitusi Negara Indonesia merdeka.